Program PTSL di Desa Bumireja, Cilacap Tuai Banyak Permasalahan

Foto : Balai Desa Bumireja, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap



CILACAP (BANYUMAS POS) - Banyaknya tanah milik warga masyarakat belum bersertifikat, membuat pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengeluarkan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). 

Melalui program itu, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat.

Kendati demikian, program tersebut rupanya menuai berbagai persoalan di masyarakat yang ditemukan di lapangan. Seperti yang terjadi di Desa Bumireja, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. 

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, berbagai persoalan ditemukan seperti keluhan sejumlah pemohon yang mengeluh biaya PTSL yang dinilai besar dan memberatkan. 

Menurut sejumlah narasumber, mengatakan di Desa tetangga, besaran biaya pengurusan PTSL hanya Rp 250.000,- di Desa Bojongsari dan ada yang dikenakan biaya Rp 300.000,- di Desa Tambakreja, Kecamatan Kedungreja. 

Rupanya, permasalahan tak sampai disitu saja, adapun penarikan biaya PTSL, namun dilakukan diluar kewenangan yakni bukan dari pengurus kelompok masyarakat (Pokmas) yang telah dibentuk sebagai pengurus PTSL, melainkan oknum perangkat desa setempat. 

Seperti diungkapkan Sartini, warga Dusun Kedungdaun RT 03 RW 10 Desa Bumireja, Kecamatan Kedungreja. 

Saat dikonfirmasi, Sartini mengeluhkan biaya PTSL di atas ketentuan yakni sebesar Rp 550.000,-. Dirinya juga mengaku ditarik oleh oknum Kepala Dusun Kedungdaun berinisial R. 

"Saya nggak tau itu pak Kadusnya gimana, yang lain cuma ditarik Rp 400 ribu, saya sendiri Rp 550 ribu, ya keberatan lah. Waktu kumpulan di Balai Desa kita ngobrol-ngobrol, sebelah rumah saya ibu Ratmi cuma Rp 400 ribu. Saya waktu itu sudah bilang ke pak Kadus deneng aku akeh dewek pak Kadus, jerene ya ngesuk lah tak balekna ngesuk (kok aku banyak sendiri pak Kadus, katanya ya besok lah tak kembalikan besok, red)," ungkap Sartini, Jumat (28/4/2023) kemarin. 

Sartini mengatakan, dirinya sempat komplain saat pertemuan di balai desa. Hal itu dikarenakan menurutnya besaran biaya tidak sama dengan pemohon lainnya. 

Berdasarkan informasi, biaya pengurusan PTSL di desa Bumireja tersebut sebesar Rp 450.000,-.

Selain dinilai memberatkan, rupanya besaran biaya yang ditentukan tersebut tidak melalui musyawarah, melainkan secara sepihak tanpa sepengetahuan dari pemohon sebelumnya. 

Terpisah, saat dikonfirmasi terkait penarikan sebesar Rp 550.000,- yang dilakukan oknum Kadus berinisial R kepada salah satu pemohon, Ketua ll Pokmas Desa Bumireja, Purwadi mengatakan, pihaknya mengaku tidak mengetahui adanya hal tersebut. 

"Saya tidak mengetahui dan saya baru tau dari media. Kalau sesuai aturan dan sudah dibentuk PTSL, biaya pengurusan PTSL sesuai anggaran Rp 450.000,-," tegas Purwadi.

Menurut Purwadi, belum ada uang yang masuk ke bendahara Pokmas dari Kepala Dusun Kedungdaun berinisial R. 

Lebih lanjut, berkaitan dengan temuan bukti pembayaran biaya PTSL salah satu pemohon bernama Warsidi berupa 2 kwitansi yang ditandatangani oleh Kepala Dusun Kedungdaun berinisial R, Ketua Pokmas ll, Purwadi menjelaskan, kalau melihat dari tanggal yang tertera di dalam kwitansi, jauh sebelum Pokmas dibentuk. 

Dalam kwitansi tersebut, tertera tanggal 7 Juni 2022 dengan rincian masing-masing kwitansi Rp 900.000,- untuk 2 bidang yaitu sawah dan pekarangan. Kemudian Rp 1.350.000,- untuk 3 bidang yaitu tanah, sawah dan pekarangan. 

"Memang pernah saudara Warsidi datang meminta kwitansi dari Pokmas tanda sudah membayar lunas, saya menjawab ya nggak bisa karena uang itu belum masuk ke bendahara, silahkan kamu urus ke pak Kadus kalau memang pak Kadus yang narik," kata Purwadi. 

Selain itu, hasil investigasi lainnya yaitu menurut sejumlah Ketua RT mengaku kecewa setelah berjalannya program PTSL, namun mereka justru tidak lagi dilibatkan saat pelaksanaan di lapangan seperti pada saat pengukuran maupun pemasangan patok. 

Menanggapi hal itu, Purwadi mengatakan, itu tergantung dari grumbul masing-masing. 

"Kalau panitia sudah menyampaikan tolong Ketua RT dilibatkan yang tau seluk beluk warganya dan tau batas-batas kanan kirinya di lapangan, masalah RT tidak dilibatkan itu bukan urusan panitia PTSL, intinya kami sudah mengarahkan," ujarnya. 

Lebih lanjut, terdapat juga persoalan lainnya yaitu adanya pemohon yang dikenakan biaya materai, namun di luar biaya PTSL Rp 450.000,- yang telah ditentukan. 

Seperti diutarakan Manisem warga Dusun Cipari RT 02 RW 02 Desa Bumireja. Dia mengaku membeli materai sebanyak 10 materai untuk 5 bidang. 

"Aku tumbas dewek, kemutanku nyong tumbas 10 materai, kaya nyong anu mung ngetutaken, masa nyong arep protes, cara mlakune kan nyong juga ora ngerti seluk beluke (saya beli sendiri, seingat saya, beli 10 materai, seperti saya hanya ikut saja, masa saya mau protes, prosesnya kan saya juga nggak tau seluk beluknya, red)," ungkap Manisem. 

Seharusnya biaya materai tersebut sudah masuk dalam anggaran kepengurusan PTSL yang telah ditentukan oleh panitia. 

Pewarta : Tim

Previous Post Next Post